Berpelukan tak hanya membuahkan kenyamanan, tapi juga menyehatkan jantung.
Jangan pernah anggap enteng sebuah pelukan. Ketika kecil, ingat bagaimana pelukan ibu bisa membuahkan rasa nyaman. Lantas, isak tangis pun langsung mereda ketika kehangatan dari tangan dan tubuh besar itu menjalar ke tubuh kecil kita. Setelah dewasa, pelukan tetap membuahkan kenyamanan, dari ibu, ayah, kakak, suami/istri, bahkan juga anak.
Bahkan hal sederhana itu tak hanya berdampak pada sisi psikologis, tapi juga fisik. Sebuah riset yang dilakukan University of North Carolina, Amerika Serikat, menyebutkan bahwa pelukan yang sederhana sudah bisa menurunkan tekanan darah dan mengurangi stres. Hingga para peneliti itu mengeluarkan teori bahwa hal yang mengharukan dan pelukan bisa menahan hormon stres atau cortisol dan menaikkan level oxytocin, hormon yang berkaitan dengan maternal yang mampu mengurangi tingkat tekanan darah. Hingga akhirnya pelukan disimpulkan bisa mengurangi risiko penyakit jantung.
Para peneliti dipimpin Dr Karen Grewen melakukan penelaahan terhadap 38 pasangan. Hasilnya dimuat dalam edisi terbaru jurnal Psychosomatic Medicine, pasangan awal dipisahkan kemudian diminta duduk bersama, berbincang, mengenang masa indah lantas berpelukan. Setelah berpelukan, level hormon dicek. Ternyata semuanya memiliki level hormon stres, cortisol, dan norepinephrine yang rendah. Tapi khusus oxytocin justru tinggi. Kondisi itu juga terlihat lebih menonjol pada kaum wanita.
Karen, yang berprofesi sebagai psikiater, menyebutkan, oxytocin dan hormon reproduksi wanita, estrogen, memiliki kaitan erat. Karena itulah, kata dia, wanita lebih responsif dibanding pria. Artinya, manfaat pelukan untuk kesehatan jantung bagi wanita lebih besar dibanding pria.
Semua responden wanita mengalami penurunan level cortisol lebih signifikan setelah berpelukan, seperti tekanan darah yang semakin rendah. "Oxytocin juga penting. Pelukan membuat level hormon ini meningkat hingga memiliki potensi besar melindungi jantung wanita," ujar Karen.
Oxytocin, hormon yang levelnya meningkat seiring dengan pelukan itu, dikenal bisa melahirkan perilaku "melindungi dan berteman", termasuk ketika stres muncul. Para peneliti menyebutkan, level oxytocin yang tinggi ditemukan pada orang-orang yang sedang jatuh cinta.
Dr Nieca Goldberg dari American Heart Association menjelaskan sisi psychosomatic dari teori tersebut. Pijakan dasar dari studi ini adalah perlunya sebuah dukungan sosial kepada pasangan. "Seluruh emosi dan interaksi psikologis menunjukkan jantung dan pikiran benar-benar terkoneksi," ujarnya.
Para peneliti juga menelurkan teori bahwa perubahan hormon yang sifatnya menguntungkan itu sebenarnya bisa dilihat dari sebuah pernikahan. Menurut Nieca, wanita yang mendapat serangan jantung kebanyakan wanita yang bermasalah dalam pernikahannya. Sehari-hari mereka mengalami ketegangan.
Dr Dr Charmaine Griffiths, juru bicara British Heart Foundation, menegaskan bahwa studi ini menekankan, dalam kehidupan ini, seseorang perlu dukungan dari pasangan, dan kondisi itu bisa ditunjukkan dalam bentuk pelukan. Efeknya bisa sampai jauh, hingga ke jantung.
Dia menambahkan, peneliti British Heart Foundation sebenarnya telah menunjukkan adanya hubungan antara kondisi emosi positif, seperti rasa gembira, dan penurunan hormon stres, cortisol. "Saat itu, peneliti hanya menekankan bahwa pentingnya dukungan sosial bagi seseorang dari orang yang dicintai lebih dari sebuah hubungan biasa," kata Griffiths.
Studi ini sebenarnya sejalan dengan survei yang dilakukan Mental Health Foundation di Inggris tahun lalu. Untuk mengusir suasana hati yang buruk, pertama-tama orang memilih untuk berbicara atau curhat kepada seseorang. Solusi itu lebih banyak dipilih wanita ketimbang pria. Atau 83 persen wanita dibanding 68 persen pria. Cara kedua yang banyak dipilih wanita adalah berpelukan. Itu diakui 45 persen pria dan 57 persen wanita. Bagi kaum wanita, ketika kondisi emosinya menurun, bersama keluarga merupakan langkah yang tepat. Bagi kaum pria lain lagi. Para lelaki untuk menstabilkan suasana hatinya memilih melakukan hubungan seksual.
Bahkan hal sederhana itu tak hanya berdampak pada sisi psikologis, tapi juga fisik. Sebuah riset yang dilakukan University of North Carolina, Amerika Serikat, menyebutkan bahwa pelukan yang sederhana sudah bisa menurunkan tekanan darah dan mengurangi stres. Hingga para peneliti itu mengeluarkan teori bahwa hal yang mengharukan dan pelukan bisa menahan hormon stres atau cortisol dan menaikkan level oxytocin, hormon yang berkaitan dengan maternal yang mampu mengurangi tingkat tekanan darah. Hingga akhirnya pelukan disimpulkan bisa mengurangi risiko penyakit jantung.
Para peneliti dipimpin Dr Karen Grewen melakukan penelaahan terhadap 38 pasangan. Hasilnya dimuat dalam edisi terbaru jurnal Psychosomatic Medicine, pasangan awal dipisahkan kemudian diminta duduk bersama, berbincang, mengenang masa indah lantas berpelukan. Setelah berpelukan, level hormon dicek. Ternyata semuanya memiliki level hormon stres, cortisol, dan norepinephrine yang rendah. Tapi khusus oxytocin justru tinggi. Kondisi itu juga terlihat lebih menonjol pada kaum wanita.
Karen, yang berprofesi sebagai psikiater, menyebutkan, oxytocin dan hormon reproduksi wanita, estrogen, memiliki kaitan erat. Karena itulah, kata dia, wanita lebih responsif dibanding pria. Artinya, manfaat pelukan untuk kesehatan jantung bagi wanita lebih besar dibanding pria.
Semua responden wanita mengalami penurunan level cortisol lebih signifikan setelah berpelukan, seperti tekanan darah yang semakin rendah. "Oxytocin juga penting. Pelukan membuat level hormon ini meningkat hingga memiliki potensi besar melindungi jantung wanita," ujar Karen.
Oxytocin, hormon yang levelnya meningkat seiring dengan pelukan itu, dikenal bisa melahirkan perilaku "melindungi dan berteman", termasuk ketika stres muncul. Para peneliti menyebutkan, level oxytocin yang tinggi ditemukan pada orang-orang yang sedang jatuh cinta.
Dr Nieca Goldberg dari American Heart Association menjelaskan sisi psychosomatic dari teori tersebut. Pijakan dasar dari studi ini adalah perlunya sebuah dukungan sosial kepada pasangan. "Seluruh emosi dan interaksi psikologis menunjukkan jantung dan pikiran benar-benar terkoneksi," ujarnya.
Para peneliti juga menelurkan teori bahwa perubahan hormon yang sifatnya menguntungkan itu sebenarnya bisa dilihat dari sebuah pernikahan. Menurut Nieca, wanita yang mendapat serangan jantung kebanyakan wanita yang bermasalah dalam pernikahannya. Sehari-hari mereka mengalami ketegangan.
Dr Dr Charmaine Griffiths, juru bicara British Heart Foundation, menegaskan bahwa studi ini menekankan, dalam kehidupan ini, seseorang perlu dukungan dari pasangan, dan kondisi itu bisa ditunjukkan dalam bentuk pelukan. Efeknya bisa sampai jauh, hingga ke jantung.
Dia menambahkan, peneliti British Heart Foundation sebenarnya telah menunjukkan adanya hubungan antara kondisi emosi positif, seperti rasa gembira, dan penurunan hormon stres, cortisol. "Saat itu, peneliti hanya menekankan bahwa pentingnya dukungan sosial bagi seseorang dari orang yang dicintai lebih dari sebuah hubungan biasa," kata Griffiths.
Studi ini sebenarnya sejalan dengan survei yang dilakukan Mental Health Foundation di Inggris tahun lalu. Untuk mengusir suasana hati yang buruk, pertama-tama orang memilih untuk berbicara atau curhat kepada seseorang. Solusi itu lebih banyak dipilih wanita ketimbang pria. Atau 83 persen wanita dibanding 68 persen pria. Cara kedua yang banyak dipilih wanita adalah berpelukan. Itu diakui 45 persen pria dan 57 persen wanita. Bagi kaum wanita, ketika kondisi emosinya menurun, bersama keluarga merupakan langkah yang tepat. Bagi kaum pria lain lagi. Para lelaki untuk menstabilkan suasana hatinya memilih melakukan hubungan seksual.
No comments:
Post a Comment